Tujuan utama Pengembangan Organisasi adalah untuk perbaikan fungsi
organisasi itu sendiri. Peningkatan produktivitas dan keefektifan
organisasi membawa implikasi terhadap kapabilitas organisasi dalam
membuat keputusan berkualitas dengan melakukan perubahan terhadap
struktur, kultur, tugas, teknologi dan sumber daya manusia. Pendekatan
utama terhadap hal ini adalah mengembangkan budaya organisasi yang dapat
memaksimalkan keterlibatan orang dalam pembuatan keputusan yang efektif
dalam organisasi.
Menurut Robbins (1984), usaha PO pada umumnya
diarahkan pada dua tujuan akhir, yaitu peningkatan keefektifan
organisasi dan peningkatan kepuasan anggotanya. Lebih lanjut, Robbins
merinci tujuan PO sebagai berikut:
(1) Meningkatkan tingkat kepercayaan dan dukungan di antara anggota organisasi;
(2) Meningkatkan timbulnya konfrontasi terhadap masalah organisasi baik dalam
kelompok maupun antar-kelompok, sebagai kebalikan dari to sweeping problem
under the rug;
(3) Terciptanya lingkungan dimana otoritas peran yang ditetapkan ditingkatkan dengan
otoritas berdasarkan pengetahuan dan keterampilan;
(4) Meningkatkan keterbukaan komunikasi secara horisontal, vertikal dan diagonal;
(5) Menaikkan tingkat antusiasme dan kepuasan personal dalam organisasi;
(6) Menemukan solusi yang sinergis terhadap masalah; dan
(7) Menaikkan tingkat responsibilitas diri dan kelompok dalam perencanaan dan
implementasi.
Hampir
semua pakar berpendapat bahwa pengembangan organisasi bertujuan
melakukan perubahan (Thoha, 2002). Dengan demikian, jika diterima
pendapat bahwa penyempurnaan dalam organisasi sebagai suatu sarana
perubahan yang harus terjadi maka kemudian secara luas pengembangan
organisasi dapat diartikan pula sebagai perubahan organisasi
(organizational change) (Thoha, 2002: 8). Ditambahkan pula, PO merupakan
suatu pendekatan dan teknik perubahan organisasi (Indrawijaya, 1983).
Di dalamnya terkandung suatu proses dan teknologi untuk penyusunan
rancangan, arah dan pelaksanaan perubahan organisasi secara berencana.
Ciri – ciri Pengembangan Organisasi.
Suatu
strategi pendidikan yang kompleks yang dimaksudkan untuk mengubah
keyakinan, sikap, nilai, dan struktur organisasi sehingga mereka dapat
lebih beradaptasi dengan teknologi baru, pemasaran dan tantangan, dan
tingkat yang memusingkan perubahan itu sendiri. Maka Pengembangan
organisasi yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Merupakan strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional,
yang memiliki sasaran jelas berdasarkan diagnosa yang tepat tentang
permasalahan yang dihadapi oleh organisasi.
2. Merupakan kolaborasi antara berbagai pihak yang akan terkena dampak perubahan yang akan terjadi.
3.
Menekankan cara-cara baru yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja
seluruh organisasi dan semua satuan kerja dalam organisasi.
4. Mengandung nilai humanistik dimana pengembangan potensi manusia menjadi bagian terpenting.
5.
Menggunakan pendekatan komitmen sehingga selalu memperhitungkan
pentingnya interaksi, interaksi dan interdependensi antara berbagai
satuan kerja sebagai bagian integral di suasana yang utuh.
6. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi.
Bila
selama ini kita hanya mengenal pembelajaran pada tingkat individu dan
kelompok, maka perkembangan manajemen telah mengenal pembelajaran
organisasi (learning organization), yang secara sederhana dapat
diartikan sebagai : organisasi yang secara terus menerus melakukan
perubahan diri agar dapat mengelola pengetahuan lebih baik lagi,
memanfaatkan tekhnologi, memberdayakan sumber daya, dan memperluas area
belajarnya agar mampu bertahan di lingkungan yang selalu berubah.
Metode Perubahan dan Pengembangan Organisasi.
Ada
berbagai teknik yang dirancang para ahli, dengan tujuan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi serta bekerja secara efektif, antar-individu
maupun antar-kelompok dalam organisasi. Beberapa teknik yang sering
digunakan berikut ini.
1. Sensitivity training, merupakan teknik OD
yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan.
Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T
(singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta,
pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan
(sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga
antar-pribadi.
2. Team Building, adalah pendekatan yang bertujuan
memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok
kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan
kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat
matriks.
3. Survey feedback. Dalam teknik sruvey feedback. Tiap
peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi
serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya
kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap
peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan
ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi
hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
4.
Transcational Analysis (TA). TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi
antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan
bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA
dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan
menyesatkan.
5. Intergroup activities. Fokus dalam teknik intergroup
activities adalah peningkatan hubungan baik
antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan
organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup
activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan
konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
6.
Proses Consultation. Dalam Process consultation, konsultan OD mengamati
komunikasi , pola pengambilan keputusan , gaya kepemimpinan, metode
kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan
kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang
proses yang telah diamatinya , serta menganjurkan tindakan koreksi.
7.
Grip OD. Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada
konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane
Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang
efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum
pada aspek manusia maupun aspek produksi.
8. Third-party
peacemaking. Dalam menerapkan teknik ini, konsultan OD berperan sebagai
pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta
berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik
antar-individu dan kelompok.
Referensi: http://ediwibowo88.blogspot.com/2010/05/pendahuluan-1.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar